Hi, sebenernya draft sebelum ini udah banyak tapi belom dipublish haha. Jadi baca ini dulu aja ya!
Sepertinya angan-angan gue untuk nulis rutin di awal tahun ini hanyalah sebatas wacana karena patah hati aja ya 😂. Karena sebenernya kalo dibilang sibuk, gue ga sibuk-sibuk banget sih dengan banyaknya series dan hal yang gue twit di Twitter (cek kolom samping).
Kali ini gue mau nulis tentang "feeling nailed". Karena saat gue nulis ini, sebenernya gue lagi kerja dan mendengarkan kembali 'vibes' gue circa 2016an + beberapa lagu baru dari artis yang sama dengan yang gue suka di tahun itu. Lalu kembali lagi ada beberapa lagu yang dulu gue suka banget ternyata isinya tentang patah hati, kesalahan, dan sejenisnya, yang dulu gue sukanya karena yaa sound dan vibenya asik banget buat nyantai atau pumping buat kerja/workout. Setelah itu gue jadi berpikir-pikir alias overthinking sore-sore sambil ngevape kayak anak jaman sekarang alias 'nyenja'.
Cukup sekian basa-basinya lalu berlanjut ke pembahasan utama kita, 'feeling nailed'...
--------------------
Dari berbagai macam definisi dari 'nailed' yang gue maksud sebenernya merasa terpaku atau tidak merasa adanya perubahan di diri lo alias stagnan. Perasaan yang kalo buat gue pribadi, sangat ngga gue banget karena di dunia ini, apabila ada satu yang pasti yaitu hanyalah perubahan saja. Walaupun buat yang follow gue di Twitter, gue pernah bilang gue stop melakukan big leap and focus on small step, tetap saja small step itu perubahan kan?
Sejujurnya gue sendiri lagi ngerasa 'nailed' sih. Dan keseringan saat merasa 'nailed' adalah blame the surroundings when surroundings do nothing for you. It's human, but not right, karena semua masalah akan selalu berakar dari underlying condition of the problem. Menyalahkan Tuhan karena keadaan lo yang merasa tidak ada perubahan atau kesulitan itu sendiri sebenernya udah fallacy dari lo beragama (Well, Tuhan Maha Benar 😉). Jarang orang yang berusaha mencari the underlying condition of this feeling.
Untuk gue, gue menemukan salah satu rumusannya sih, udah pernah gue tweet beberapa bulan lalu kayaknya.
If you regret something happens in the past, your thoughts and moves nailed in the past.
— ♏ (@mrrasyid) August 6, 2020
Shall we embrace the mistakes and learn from it instead of remorse the point that wouldn't return.#attheendoftheslide
Hidup itu pembelajaran yang tiada hentinya. Saat beberapa bulan lalu bilang ikhlas adalah pelajaran seumur hidup, tapi ada yang bisa dipelajari lebih cepat dan juga salah satu prasyarat ikhlas... menerima alias 'acceptance'...
Kadang menerima hal yang pahit itu feeling so shit, tapi ga menerima itu akan memberikan lo dampak yang lebih besar daripada tidak. Penyesalan seperti 'I should more assertive back then', 'I should be more decisive back then', dan seluruh 'I should .... back then' things tidak akan membuat lo kemana-mana kalo lo ga melakukan penerimaan kalo lo melakukan kesalahan dimasa itu dan lo harus membuat perubahan ke depannya.
Life is shit, it's unfair' it's just a zero-sum game. While you sulk in the depth of your regret, your thoughts and moves nailed, meanwhile the game still go on. In this zero-sum game, the end sum will always zero, the longer you did not take moves, the more minus you got. Gue ngga bilang ini mudah, tapi bukan berarti ini maha sulit. Times to times we made mistakes, but times to times we must get stronger by learning from it.
Another game reference, you know when you play MMORPG game, when you dies, the experience drop, it's a bit of drag, but you can revive and then try again to defeat the same monster and earn new experience, in terms of method to defeat and the experience needed to level up your character. Kita ngga bisa hidup kembali, tapi seenggaknya kita bisa belajar metode agar menghindari kesalahan yang sama tersebut.
Acceptance, gue rasa itu adalah mata kuliah kehidupan wajib yang harus kita ambil. Walau terlambat, ada pepatah bilang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Sekali lagi, kita belajar, lalu berkembang. Seiring dengan perkembangan kita, masalah yang selama ini membuat kita terpaku, yang kita pikir besar, menjadi kecil, lalu mengecil, dan akhirnya bagai tidak ada rasanya. If only we learn and don't stop.
Some arc may ends, but the main story, the life continues. Strengthen the heart, I know, you know, we can pass this block, again.
No comments:
Post a Comment