27 May 2020

Do we all alright?

Hai, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H buat anda yang membaca ini ya!!
Minal aidin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin ya! Semoga anda dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan keselamatan dalam keadaan ini.

Pada kesempatan kali ini, gue mau ngomongin soal "insecurities". Gue bukan psikolog atau apa sih hanya manusia biasa yang sedang memasuki 'Quarter Life Crisis'-nya hahaha, jadi kebanyakan soal "insecurities" ini bakal berdasarkan pengalaman pribadi-pribadi saja~

So soften your cushion and tight your seatbelt, welcome to the "insecurities" world presented by me!
---------------------------------------

Pernah nggak sih lo mulai risih liat IG story teman-teman yang bahkan nggak deket-deket banget, nontonin pameran achievement orang-orang sekitar lo, dan bertanya ke diri sendiri "apa achievement gue akhir-akhir ini?"

Hello there, buddy! We are the same! Gue dulu adalah orang yang bisa mantengin IG bolak-balik dengan average time di IG bisa lebih dari 4 jam sehari (1/6 hari gue di IG wkwkwk) dan sekarang jadi hanya 45 menitan sehari karena ini. Pertanyaan mengenai "apa yang sudah lo lakuin sampai saat ini?" untuk memenuhi jawaban struktur sosial kita yang dimana di umur-umur segini sudah waktunya lo nikah, punya anak, punya rumah, mobil dan lain-lain, yang nggak membuat lo makin terpacu atas pecutan-pecutan di IG story, malah makin "insecure" karena tahun sudah berjalan setengahnya, tapi lo merasa berjalan mundur.

Is it normal? Yes it is! As you can see in my earlier post, I'm feeling I was moonwalking in the real-life. Gue dulunya over-proud bahkan over-glorifying achievement yang gue lakuin dengan my own bloody hands, malah ngerasa berjalan mundur dengan kegagalan gue dalam hubungan, karena tuntutan struktur sosial dimana kayaknya harusnya seumuran gue ini sudah nikah...

Then again, dari 2 paragraf tersebut, gue mulai menyadari bahwa yang salah dari "insecurities" gue adalah karena gue terlalu memikirkan tuntutan sosial tersebut.

For one, I'm the one who always above the average, mostly almost at the top, and sometime content being runner-ups. Jadi saat gue ngerasa gue berjalan mundur, "insecurities" bertambah, menggila, bahkan menggerogoti setiap aspek kehidupan yang sebenernya perfectly fine. Lalu kenapa? Dan how to cope it?

The why is simple. Because you don't wanna left behind, it is basic human condition of it. Kenapa orang-orang bandwagon-ing on the Kardashians and the Jenners? Kenapa orang ramai-ramai melihat what is happening? Kenapa orang mengikuti tren tik-tok? Karena the society walk through that way and as part of the society, we don't want to be left behind. But re-think about it, do you find it amusing?

Let's take one example, beberapa tahun kebelakang kita masih inget banget orang-orang alienated tik-tok's user as fraud, dengan berbagai macam filter, bakat yang nggak bagus-bagus amat, dan ngartis sengartis-ngartisnya. Maybe you're part of it and that's true because the society's influencers didn't look at Tiktok seriously. Coba sekarang? Gegara Gisel dan Gempi main Tiktok, Irfan dan Jennifer Bachdim bikin couple goals Tiktok, dan segala macam video-video viral Tiktok lainnya, gue malah bertanya siapa yang nggak punya Tiktok di hpnya sekarang? Kalopun ada, apakah lo nggak bakal bertanya kenapa mereka nggak punya, seperti kalo orang tanya lo saat lo bilang lo nggak punya IG?

The how to cope it is easier to be told than to be done. Just fuck the standards and the structure.
Sekali lagi gue mau over-glorifying my achievement here. Gue sukses memimpin organisasi mahasiswa dan menunaikan studi gue tepat waktu saat banyak orang lain nggak bisa. Gue sukses support pasangan gue saat itu untuk mencapai semua keinginannya. Gue sukses masuk perusahaan multi-nasional sebagai fresh grad dan satu-satunya di kantor gue yang berasal dari S1 di kampus swasta, saat kolega gue yang engineer isinya S2 semua seminimal-minimalnya kampus negeri dan sisanya dari luar negeri. Gue punya cita-cita untuk lanjut studi lagi sampai S2 dan gue nggak mau studi gue biasa saja, gue mau melanjutkan perjalanan S1 gue yang extravagant menjadi lebih extra lagi dengan ke luar dari Indonesia dan kembali dengan entry lagu "You Can't See Me"nya John Cena, because my time is now!


The how is easy, hanya perlu meyakinkan diri sendiri bahwa lo nggak perlu tertekan oleh standar dan struktur sosial yang mengharuskan lo begitu. Tapi nyatanya memang tidak semudah itu, jujur saja. Gue pun terhambat melihat teman-teman gue sudah pada nikah bahkan sudah punya anak dan lain-lain. Terhambat dengan segala tekanan sosial yang gue lihat, padahal yang gue sudah lakuin dan akan gue lakuin, mungkin melewati segala "achievement" tekanan sosial yang diberikan ke gue. Gue mungkin bisa melesat lebih jauh lagi, membuat semua mata iri memandang tapi itu nggak bakal kejadian kalo misalnya gue terhambat sekarang. Jadi, intinya adalah fuck the pressure.

Gue pernah bilang di salah satu materi Latihan Kepemimpinan gue, bahwa Intan/Diamond itu aslinya kan karbon, sama kayak arang, tapi dengan tekanan yang cukup mereka jauh lebih berharga daripada sekedar arang. So, let's ride the raging waves and climb the fucking mountain my friend, we could be a Diamond! But if you gave up now and burned by the society, you became a char and ashes which do not matter. Let's make yourself matter in the society!

So, do we all alright?

Pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di kepala saat gue memikirkan hal-hal nggak penting alias overthinking. But hey, yes we do alright! Lace your shoes and go running wild!

No comments:

Post a Comment